Minahasa Utrara Dibalikfakta. Com 14/03/2023 Kasus mafia tanah yang terbilang unik terjadi di Desa Kawangkoan, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara ( MINUT ) Provisi Sulawesi Utara ( SULUT ).pasalnya Bapak Max P Angkouw salah satu kuasa ahli waris menyampaikan dirinya pernah di penjara oleh oknum mafia tanah AL
Waktu di wawancara awak media di temui langsung di lokasi Desa Kawangkoan, beliau mengatakan sejumlah keluhan soal kepemilikan tanah budel milik keluarga Supit – Ticoalu yang telah di perjual belikan tampa sertifikat oleh oknum AL dan hanya mengetahui, surat Desa dari oknum mantan Hukum tua Paulus Kodong.
Pasalnya tanah Keluarga Supit Ticualu yang telah di berikan kuasa kepada Max Angkouw mengaku memiliki surat tanah lengkap. Sedangkan oknum mafia tanah AL diduga telah melakukan pemalsuan surat register dan penggelapan hak.
Alhasil tanah budel milik Keluarga Supit tersebut, sekarang telah di buat perumahan dan diduduki secara sepihak oleh oknum mafia tanah AL bahkan sudah sampai tangan ketiga hingga bisa di bilang unik. Pasti ada permainan dari aparat Desa Kawangkoan dan BPN, ucap Max.
Terkait masalah tersebut Max bersama adiknya Henny Angkouw sudah melaporkani ke Polda Sulut sejak tahun 2014 dengan nomor LP/1134/XII/2014/Sulut/SPKT/tanggal 12 Desember 2014. Tapi sampai sekarang kasus tersebut masih mengambang dan belum ada titik terang.
” berbagai gelar perkara telah dilaksanakan, namun sampai saat ini belum ada penetapan tersangka pada tanggal 16 Juni Tahun 2015 sudah ada penjelasan tentang perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) dengan nomor surat B/219/VI/2015/Dir Reskrimum yang di tandatangani Kompol Ruddy Tahapary” ucap Max
“Disitu dijelaskan jika perkara ini bisa di naikkan ke tahap penyidikan, bahkan di jelaskan dalam surat jika penyidik akan melakukan pemeriksaan saksi-saksi, serta melakukan penyitaan terhadap barang, benda, atau surat-surat,” ucapnya.
Tak hanya itu, Max mengungkap “pada tanggal 26 April 2016 juga sudah putusan pra peradilan, dimana memerintahkan Polda Sulut untuk melanjutkan ke proses penanganan perkara dan menetapkan tersangka serta melimpahkan perkara tersebut ke Kejaksaan.”
“Namun sampai saat ini kami belum menemukan kejelasan dan keadilan, padahal kami punya bukti kepemilikan.” Polemik muncul saat ini ketika polisi menunjukan kepadanya soal surat pembagian tertanggal 30 Oktober 1982 dia mengaku kaget sudah ada surat legalisir. Pada hal kasus masih berjalan.
“Kami sudah mencoba meminta salinan fotocopy itu kepada Wasidik AKBP Vicky Montung tapi tidak kami dapatkan selama hampir dua tahun. Nanti pergantian penyidik baru dan kami dapat surat pergantiannya,”jelasnya.
Menurutnya, saat dia melihat surat tersebut terdapat berbagai kejanggalan dan pemalsuan dalam surat yang di tandangani pihak pengadilan airmadidi. Dia pun lantas mengirimkan surat ke pengadilan setempat dan mendapatkan jawabannya.
Tepat Pada tanggal 07 Februari 2022,secara resmi Pengadilan Negeri Airmadidi telah menjawab secara surat resmi, perihal keabsahan surat yang di maksud.
“Pertama dalam buku Register Legalisir Pengadilan Negeri Airmadidi di tahun 2019 tercatat hanya memiliki 188 nomor, sedangkan dlm surat yg dimaksud nomor legalisir yg tertulis No.1175/Leg/2019/PN.Arm. Kalau pun yang di maksud adalah nomor 175, kami telah meakukan pemeriksaan bahwa nomor register 175 juga bukan surat pembagian yang di maksud.
Kedua pada tahun 2019 Panitera Pengadilan Negeri Airmadidi yaitu Ibu Jeanet B.Kalangit, SH.. Dan artinya bahwa memang Panitera Handri Mamudi sudah tidak bertugas di saat terjadi legalisir. Kok kenapa surat tersebut ada nama beliau, Ada apa?
Ketiga Cap/Stempel Legalisir yang terlampirkan bukan merupakan keluaran dari Pengadilan Negeri Airmadidi, terdapat Narasi yang berbeda dengan Cap legalisir dari Pengadilan Negeri Airmadidi,” Max juga memohon kepada dinas terkait, BPN agar bisa membongkar sindikat mafia tanah yang di alami oleh keluarganya.
“Akhirnya Keluarga Supit Ticualu memohon