MANADO, Humas Polda Sulut – Kapolda Sulawesi Utara (Sulut) Irjen Pol Setyo Budiyanto meresmikan Rumah Restorative Justice “Wale Baku Bae” Ditreskrimum Polda Sulut, pada Selasa (20/6/2023) pagi.
Rangkaian peresmian diawali dengan penandatanganan prasasti Rumah Restorative Justice “Wale Baku Bae” oleh Kapolda Sulut didampingi Ketua Pengurus Daerah Bhayangkari Sulut Ny. Henny Setyobudi. Pada kesempatan ini, Kapolda Sulut juga menandatangani prasasti peresmian Pos Penjagaan Pintu III Mapolda Sulut.
Dilanjutkan pembukaan selubung penutup papan nama dengan menekan tombol sirine. Selanjutnya, pengguntingan pita di pintu masuk oleh Ketua Pengurus Daerah Bhayangkari Sulut dan peninjauan ruangan.
Kapolda Sulut mengatakan, sesuai dengan Perpol Nomor 8 Tahun 2021, ada upaya penyelesaian hukum di luar penegakan hukum, salah satunya dengan menggunakan atau pemanfaatan restorative justice.
“Harapannya, permasalahan-permasalahan yang masih bisa diselesaikan di luar proses penegakan hukum, bisa diselesaikan di Rumah Restorative Justice ini. Jadi nanti dipertemukan antara para pihak yaitu pelapor, terlapor, keluarga, termasuk juga melibatkan tokoh adat, tokoh agama atau tokoh masyarakat untuk berusaha berpartisipasi menyelesaikan permasalahan,” ujar Irjen Pol Setyo Budiyanto, usai peresmian.
Lanjutnya, tidak semua permasalahan hukum bisa diselesaikan melalui restorative justice.
“Ada batasannya, semua ada ketentuannya. Pedomannya adalah peraturan kepolisian, masalah-masalah yang ancaman hukumannya itu paling tidak dibawah tiga tahun, kemudian tidak menimbulkan permasalahan yang bersifat konflik sosial apalagi perpecahan persatuan kemudian masalah-masalah yang bersifat SARA, itu semua ada ketentuannya dan batasannya,” terang Irjen Pol Setyo Budiyanto.
Menurut Irjen Pol Setyo Budiyanto, anggota sudah dilatih tentang bagaimana penerapan restorative justice dalam pelaksanaan tugas sehari-hari.
“Contoh permasalahan yang paling berat, pembunuhan, itu tidak bisa diselesaikan melalui restorative justice. Jadi permasalahan-permasalahan umum saja, seperti konflik antar tetangga, antar keluarga dan lain-lain. Karena faktor didasari emosi, mereka lapor, dari situ kemudian penyidik melakukan telaah bahwa, masalah ini masih bisa dilakukan penyelesaian atau pemulihan secara non justitia, kemudian dipanggil para pihak dan mereka tidak keberatan,” kata Irjen Pol Setyo Budiyanto.
Dijelaskannya, sebetulnya restorative justice itu berasal dari mereka sendiri, keinginan para pihak sendiri.
“Penyidik atau penyelidik saat itu hanya memfasilitasi saja. Jadi ruangan ini kami buat supaya mereka lebih nyaman untuk bisa mengeluarkan segala unek-uneknya, permasalahannya. Kalau misalkan tempatnya itu bergabung dengan ruangan penyidik, ada beberapa anggota yang lain, tentu mereka tidak leluasa untuk menyampaikan atau mengeluarkan apa yang ada dalam isi hatinya,” jelas Irjen Pol Setyo Budiyanto.
Dirinya juga menegaskan, dalam restorative justice ini jangan sampai ada conflict of interest, artinya justru penyidik yang kemudian memiliki kepentingan.
“Jangan sampai seperti itu. Yang memiliki kepentingan adalah para pihak. Penyidik atau penyelidik dari Direktorat Reskrimum hanya memfasilitasi. Makanya ada melibatkan tokoh masyarakat, tokoh adat, pihak keluarganya. Jadi kalau misalkan suatu masalah selesai melalui restorative justice, itu berdasarkan kesepakatan mereka, bukan kemudian ada intimidasi, paksaan atau ada kepentingan dari penyidik atau penyelidik,” pungkas Irjen Pol Setyo Budiyanto.
Turut hadir dalam peresmian yakni para Pejabat Utama Polda Sulut, Pengurus Bhayangkari serta personel Ditreskrimum Polda Sulut.
(jack ml).